Skip to main content

Kita dan Hujan

Hari ini hujan..

Aku suka hujan. Dulu. Sekarang pun iya. Tapi hujan mengingatkanku kepada seseorang..

"Ayo pake jas ujan!" "Nggak mau ah, nggak usah." "Kenapa? Ujannya deres banget.." "Aku nggak punya jas ujan." "Kalo gitu ayo beli." "Jangan, aku nggak punya uang. Nanti aja minta papa." "Sudah ayo daripada kamu keujanan." "Beli pake apa?" "Aku yang belikan." "Dompetmu kan barusan hilang di bus?" "Nggak apa, tadi dikasih uang sama nenek. Ayo beli jas ujan."

 Aku nggak pernah punya jas ujan sendiri. Bukannya miris, tapi aku memang nggak pernah keluar sendiri waktu ujan, dulu. Aku selalu memakai jas ujan kelelawar sama papa. Mungkin biar terlihat romantis.
Sampai akhirnya ada yang selalu memaksaku memakai jas ujan. Aku kira jas ujan itu mahal, makanya aku selalu mengelak kalau dia menyuruhku membeli jas hujan. (Ini pengaruh harga yang ada di giant hypemart.)

Mungkin dia capek kehujanan terus. Karena tiap pulang sekolah aku mesti nebeng dia, kalo ujan dia rela nggak pake jas hujan dan memakaikannya ke aku. Atau berbagi jas hujan sama aku. Aku bajunya, dia celananya. Sweet. Soalnya kalo aku pake celananya nggak bisa, dulu kan sekolah pake rok. Really miss those kind of moment :')
Jas hujan pertamaku. Warna hitam dengan motif seperti sapi, bulat-bulat putih. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Karena dia membelinya dengan uang seadanya, dari neneknya, uang terakhir dan satu-satunya. Lagi-lagi sweet :')

Aku selalu bahagia saat hujan turun, karena aku dapat mengenangmu untukku sendiri.

Terlalu banyak cerita antara kamu dan aku, dan hujan. Sederhana, kesederhanaan itu yang membuat semuanya menjadi.....sweet. Yak, gimana bisa move on kalo gini terus ceritanya? :| 

Comments

Popular posts from this blog

Life As A Wife (I)

Tiba-tiba aku terbangun dari tidurku. Kurasakan seperti ada sesuatu yang dingin dan lembek berada tepat di atas dadaku.  "Nghh" Aku pun menoleh ke samping dan ku temukan suamiku tengah meringkuk kedinginan sambil memelukku. Menggemaskan, pikirku seraya tersenyum. 

Pertemuan versi Nafis

Di suatu malam, saat kami sedang asyik makan bebek purnama tiba-tiba saja dia membuat pernyataan jujur tentang apa yang dia rasakan selama ini. "Dulu pertama kali aku liat kamu, dunia seperti berhenti berputar." "Diantara mantan-mantanku, kamu yang buat aku merasakan sesuatu sejak pertama aku liat kamu. Kalau sama yg lain pertama kali liat itu biasa aja, setelah berhubungan baru ada rasa. Tapi sama kamu beda." "Waktu di SMA 4 dulu aku nggak tau kamu yg mana awalnya. Aku baru tau waktu ada temenku yg suka sama kamu dan dia nunjukin ke aku, itu loh Tarisa." "Waktu aku noleh, liat kamu duduk dengan rambut panjang dan poni mu yang dulu rasanya dunia seperti berhenti berputar, di dada itu kayak 'deg' gitu, aku sampai bertanya2 dalam hati kenapa aku ini?" "Tapi aku nggak berani deketin soalnya aku tau temenku suka sama kamu. Sampai akhirnya ternyata dari kelas kita cuma kita berdua yang keterima aksel SMA 3. Rasanya sepe

Life As A Wife (II)

 Akhirnya sarapan dan bekal untuk suami sudah selesai. Aku pun segera bergegas ke kamar untuk membangunkan kesayangan. Dari jauh ku lihat lampu kamar sudah menyala. Tumben? Saat ku buka pintu kamar, ku lihat suamiku sudah duduk sambil memegang gelas kesayangannya. Senyumku pun merekah dari bibirku dan aku tak tahan untuk tidak mencium keningnya." "Selamat pagi cintaku. Tumben kok udah bangun duluan? Baru aja mau ku bangunin." Kataku seraya mengusap rambutnya.  "Iya abis kamu nggak ada, aku jadi bangun. Sekarang kamu ada, jadi mau bobok lagi sama kamu." Jawabnya, dan ia pun merebahkan dirinya kembali ke atas tempat tidur. Gemas. Ku rebahkan diriku di sebelahnya dan kami pun saling berpelukan seperti biasanya saat kami tidur. Nyaman. Ku pejamkan mataku sejenak untuk sedikit melupakan kenyataan dan menikmati pelukannya.